Sungguh, hampir saja kaki kita tergelincir kepada maksiat-maksiat besar
kalau Allah tidak menyelamatkan kita. Dan kita bisa benar-benar
memasukinya (na’udzubillahi min dzalik tsumma na’udzubillahi min dzalik)
kalau kita tidak segera meniatkan untuk menjaga kesucian kemaluan kita
dengan menikah. Awalnya menumbuhkan niat yang sungguh-sungguh untuk
suatu saat menghalalkan pandangan mata dengan akad nikah yang sah.
Mudah-mudahan Allah menolong kita dan tidak mematikan kita dalam keadaan
masih membujang.
Rasulullah Muhammad Saw. pernah mengingatkan:
“Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan.”
Rasulullah Saw. juga mengingatkan bahwa, “Sebagian besar penghuni neraka adalah orang-orang bujangan.”
Seorang laki-laki yang membujang harus menanggung beban syahwat yang
sangat berat. Apalagi pada masa seperti sekarang ini ketika hampir
segala hal memanfaatkan gejolak syahwat untuk mencapai keinginan.
Perusahaan-perusaan obat memanfaatkan gambar-gambar wanita untuk menarik
pembeli. Perusahaan-perusaan rokok juga memanfaatkan gadis-gadis muda
yang seronok untuk mempromosikan rokoknya di stasiun-stasiun dengan
merelakan diri mengambilkan sebatang rokok sekaligus menyalakan apinya
ke laki-laki yang sedang lengah ataupun sengaja “melengahkan” diri.
Tidak sekadar sampai di situ, acara-acara TV, radio bahkan
artikel-artikel kesehatan dan olahraga di koran dimanfaatkan untuk
mengekspos rangsang pornografis demi meningkatkan oplah. Kadang malah
acara-acara keislaman yang diselenggarakan organisasi keislaman, tanpa
sadar tergelincir untuk untuk ikut memanfaatkan hal-hal semacam ini
lantaran ikut-ikutan dengan prosedur protokoler di TV.
Maka, tak semua dapat menahan pikiran dan angan-angannya.
Dorongan-dorongan alamiah untuk mempunyai teman hidup yang khusus ini
telah menyita konsentrasi. Daya serap terhadap ilmu tidak tajam. Apalagi
untuk shalat, sulit merasakan kekhusyukan. Ketika mengucapkan iyyaKa
na’budu wa iyyaKa nasta’in yang muncul bukan kesadaran mengenai
kebesaran Allah yang patut disembah, melainkan bayangan-bayangan kalau
suatu saat telah menikah. Malah, sebagian membayangkan
pertemuan-pertemuan.
Shalat orang yang masih belum menikah memang sulit mencapai kekhusyukan,
apalagi memberi bekas dalam akhlak sehari-hari. Barangkali itu sebabnya
Rasulullah Muhammad Saw. menyatakan, “Shalat dua rakaat yang
didirikan oleh orang yang menikah lebih baik daripada shalat malam dan
berpuasa pada siang harinya yang dilakukan oleh seorang lelaki bujangan.”
Maka, bagaimana seorang yang masih membujang dapat mengejar derajat
orang-orang yang sudah menikah, kalau shalat malam yang disertai puasa
di siang hari saja tak bisa disejajarkan dengan derajat shalat dua
rakaat mereka yang telah didampingi istri. Padahal mereka yang telah
mencapai ketenangan batin, penyejuk mata dan ketenteraman jiwa dengan
seorang istri yang sangat besar cintanya, bisa jadi melakukan shalat
sunnah yang jauh lebih banyak dibandingkan yang belum menikah. Maka, apa
yang bisa mengangkat seorang bujangan kepada kemuliaan di akhirat?
Alhasil, membujang rasanya lebih dekat dengan kehinaan, sekalipun
jenggot yang lebat telah membungkus kefasihan mengucapkan dalil-dalil
suci Al-Qur’an dan Al-Hadis. Benarlah apa yang disabdakan oleh
Rasulullah, “Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan.”
Bujangan. Tanpa seorang pendamping yang dapat membantunya bertakwa
kepada Allah, hati dapat terombang-ambing oleh gharizah (instink) untuk
memenuhi panggilan biologis, oleh kerinduan untuk mempunyai sahabat
khusus yang hanya kepadanya kita bisa menceritakan sisi-sisi hati yang
paling sakral, serta oleh panjangnya angan-angan yang sulit sekali
memangkasnya. Dalam keadaan demikian, agaknya sedikit sekali yang sempat
merasakan khusyuknya shalat dan tenangnya hati karena zikir. Dalam
keadaan demikian, kita bisa disibukkan oleh maksiat yang terus-menerus.
Sesekali dapat melepaskan diri dari maksiat memandang wanita ajnabi
(bukan muhrim), tetapi masuk kepada maksiat lainnya. Pikiran disibukkan
oleh hal-hal yang kurang maslahat, sedang mulut mengucapkan
kalimat-kalimat yang memiriskan hati.
Di saat seperti ini, kita dapat merenungkan sekali lagi peringatan
Rasulullah Muhammad yang terjaga. Dalam sebuah hadis yang berasal dari
Abu Dzar r.a., Rasulullah Saw. menegaskan:
“Orang yang paling buruk di antara kalian ialah yang melajang
(membujang), dan seburuk-buruk mayat (di antara) kalian ialah yang
melajang (membujang).” (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, diriwayatkan
juga oleh Abu Ya’la dari Athiyyah bin Yasar. Hadis ini dha’if, begitu
‘Abdul Hakim ‘Abdats menjelaskan).
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melindungi kita dari kematian dalam keadaan
membujang, sementara niat yang sungguh-sungguh untuk segera
melangsungkan pernikahan, belum tumbuh. Semoga Allah Swt. menolong
mereka yang telah mempunyai niat. Kalau belum lurus niatnya,
mudah-mudahan Allah mensucikan niat dan prasangkanya. Kalau telah kuat
tekadnya (‘azzam), semoga Allah menyegerakan terlaksananya pernikahan
yang barakah dan dipenuhi ridha-Nya. Kalau mereka masih terhalang,
mudah-mudahan Allah melapangkan dan kelak memberikan keturunan yang
memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaha illaLlah.
Ingatlah terhadap hal-hal yang sangat dikecam dan diberikan peringatan
mengenai bahayanya, biasanya Islam memberikan penghormatan yang tinggi
untuk hal-hal yang merupakan kebalikannya. Kalau membujang sangat tidak
disukai, kita mendapati bahwa menikah mendekatkan manusia kepada
surga-Nya. Ketika dikabarkan kepada kita bahwa kebanyakan penghuni
neraka adalah bujangan, kita banyak mendapati di dalam hadis tentang
kemuliaan akhirat dan bahkan keindahan hidup di dunia yang insya-Allah
akan didapatkan melalui pernikahan. Seorang yang menikah, berarti
menyelamatkan setengah dari agamanya. Bahkan, bagi seorang remaja,
menikah berarti menyelamatkan dua pertiga dari agamanya.
Kita menjumpai hadis yang memberikan pertanyaan retoris sebagai sindiran, “Apa
yang menghalangi seorang mukmin untuk mempersunting istri? Mudah-
mudahan Allah mengaruniainya keturunan yang memberi bobot kepada bumi
dengan kalimat laa ilaha illaLlah.” Maka kita juga menjumpai
hadis-hadis yang menjaminkan kepada kita yang ingin menikah demi menjaga
kehormatan dan kesucian farjinya.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Tiga orang yang
akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang
selalu memperjuangkan agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu
memberi penawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Thabrani)
Dalam hadis lain dalam derajat shahih, Rasulullah Saw. bersabda:
“Tiga
golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak
mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah
dengan maksud memelihara kehormatannya, dan orang yang berjihad di jalan
Allah.” (HR Turmudzi, An-Nasa’i, Al-Hakim dan Daruquthni).
Masih ada hadis senada. Namun demikian, ada baiknya kalau kita alihkan
perhatian sejenak kepada peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah, “Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah.” (HR Thabrani).
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang memiliki keyakinan. Tanpa keyakinan, ilmu akan kosong maknanya.
[Sumber: Kupinang dengan Hamdallah/Muhammad Fauzhiel Adhiem/islampos]
Oleh : Saad Saefullah
Red : Khansa Salsabillah
No comments:
Post a Comment