Sunday 20 May 2012

Apakah Jilbabku Jilbab Syar’i ?

Saudariku yang baik hati, yang cantik yang manis, kehadiran tulisan ini merupakan bentuk kepedulian kepada muslimat seluruh Nusantara, sebab roda era globalisasai tak terhenti sedangkan beribu rayuan model pakaian, jilbab bermunculan.
Subhanallah jilbab itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus dilekatkan di hati.
Allah berfirman:
‘’….. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS. An-Nisa ayat 13)
Wahai para muslimah jika kita mentaati perintah Allah dan rasul maka kelak akan mendapatkan syurga Allah SWT. Ayat di atas dikutip dari surah an-Nisa yang berarti wanita , perhatikanlah dalam al-Quran tertera surah wanita sedang surah lelaki tidak ada, ini bertanda bahwa wanita bisa mempunyai peran penting dalam menempuh kehidupan dan kemajuan Islam tetapi wanita bisa juga menjadi sumber fitnah terbesar jika tidak mentaati kaidah-kaidah Allah dan Rasul-Nya.
Hijab dan Jilbab adalah masalah Fiqih (Syari’ah),  Keempat Mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dan semua ahli Fiqih dan Syariat Islam sependapat bahwa aurat perempuan adalah semua badannya kecuali Muka dan Telapak tangan.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim).
Seorang muslimah akan selalu ingin menjadi tampil menarik di hadapan manusia akan tetapi penampilan yang paling menarik dari semua penampilan adalah penampilan yang sesuai syariat Allah sang pengasih dan penyayang hambanya dengan memerintahkan memakai jilbab sebagai penyempurna kewajiban sebagai seorang muslimah yang sudah baligh, hal ini adalah bentuk kasih sayang kepada hambanya khususnya wanita, yakinlah bahwa Allah mengatur semua ini hanya untuk kepada saudariku-saudariku.
Berikut ini adalah dalil-dalil tentang wajibnya memakai Hijab menurut Al-Qur’an dan Hadits dan penafsiran para Sahabat dan Fuqaha (Ahli Fiqih) Hukum Jilbab dan Hijab:
Dari Khalid bin Duraik: ‘’Aisyah RA, berkata: ‘’Suatu hari, asma binti abu bakar menemui Rasulullah SAW dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’wahai asma’’ jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan.’’ (HR. Abu Daud).
Aurat wanita yang tidak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini berdasarkan dalil hadits di atas dan ayat ayat berikut.

1. Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya (Indonesia: hijab) ke dadanya….” Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab, jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Menurut Ibnu Umar RA yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau, dalam bahasa kita disebut hujab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan hijab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tetapi, ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.
2. Hadits riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
1.  Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat. Dari kedua dalil di atas, jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja atau ketika hadir di pengajian, namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Pembaca yang budiman, jika memperhatikan realita arus kehidupan dunia yang penuh dengan godaan, terkadang saudariku merasa malu menggunakan pakaian muslimah, dengan beberapa alasan:
1.      Malu, terkadang ada muslimah yang sudah paham tentang arti dan kewajiban memakai jilbab syar’i tetapi masih dihantui perasaan malu terhadap teman, keluarga dan lingkungan. Pesan untuk saudari-saudariku yang cantik harapan umat” jangan malu dalam menjalankan Syariat Islam sebab itulah jalan yang lurus tapi malulah jika tidak taat kepada syariat Allah”
2.      Takut dicap teroris, seiring perputaran kehidupan yang canggih anak manusia maju memasuki era globalisasi maka kebanyakan perbuat-perbuat teror yang dilakukan oleh oknum dan salah dalam mengartikan jihad sehingga pada akhirnya setiap ada teror terbukti atau tidak biasanya dituduhkan kepada muslin/muslimat, sehingga terkadang ada ibu rumah tangga yang melarang anaknya untuk memakai jilbab syar’i. “Pesan, tidak usah takut dicap teroris sebab Allah bersama kita’’ kalaupun polri atau Amerika sekalipun menuduh kita yang tidak-tidak lalu kemudian diadili maka engkau mati syahid sebab mempertahankan keimanan dan difitnah.
Setelah membahas beberapa dalil di atas telah jelas bahwa dalam berpakaian saat ini ada beberapa kriteria atau syarat. Syarat-syarat pakaian penutup aurat wanita pada dasarnya seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut.
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak tipis dan transparan. (Sesuai hadits di atas)
3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat).
4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
Teruntuk saudari-saudariku yang cantik, yang peduli pada diri sendiri atas kehidupan akhirat pakailah pakaian yang sesuai syariat Allah, insya Allah engkau bahagia dunia dan akhirat sebab hati ini akan tenteram jika melaksanakan syariat Islam. Jika memakai pakaian yang tidak sesuai syariat saya yakin bahwa sebenarnya dalam hati kecil kita berkata sebenarnya aku suka berpakaian syariat tapi pikiran dan hawa nafsu ingin berpakaian yang tidak sesuai syariat Allah.
Pakaian muslimah sekarang kebanyakan membungkus bukan menutup, perbedaan membungkus dan menutup, contoh menutup itu berpakaian tapi lekuk-lekuk masih sangat terlihat, transparan, akibat pakaian kekecilan dan ketat dikategorikan membungkus. Sedangkan menutup, berpakaian dengan baik rapi tanpa tidak menampakkan model-model lekuk-lekuk tubuh alias tidak ketat.
Teringat salah satu artikel ww.arrahmah.com berikut bunyinya:
Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab
Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, ”Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan”

Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, ”Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?” Coba direnungkan!
Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, ”Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So … jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab.”
Perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:
“Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan shalih.
Subhanallah…

Masihkah kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan hijab? masihkah?  Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan itu, Demi Allah, sesungguhnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi rojiun. Demikianlah artikel yang sempat saya kutip.
Jadi, terus terang saja mata ini sudah sering kali dibelokkan oleh syetan, sebab di manapun saya berada baik di luar Negeri ataupun dalam Negeri begitu banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini. Lelaki hidung belang seenaknya menyajikan pesona yang tak pantas.
Saudariku yang muslimah, yakinlah bahwa syariat mengatur kehidupan kita, itu semua teruntuk kebaikan dan kemashlahatan dunia dan akhirat, tidak akan ngaruh kekokohan Allah sebagai Tuhan, jika saudariku berhijab syar’i atau tidak, hasilnya akan kembali kepada diri pribadi kita masing-masing. Mohon maaf dengan sebesar-besarnya jika bahasa-bahasa yang digunakan terlalu over sebab ini semua agar mudah dipahami tak ada niat kecuali saling mengingatkan, wallahu a’lamu bishowab.

Sumber :  https://www.dakwatuna.com/2012/03/19080/apakah-jilbabku-jilbab-syari/

Wednesday 2 May 2012

Beginilah Istri Shalihah

Sangat penting bagi seorang laki-laki untuk mengerti kualitas dan sifat-sifat seorang wanita sebelum dia dipertimbangkan sebagai seorang istri.
Dilaporkan dalam Musnad Imam Ahmad, dari Sa’ad bin Abi Waqqas Radliallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Tiga sebab kebahagiaan anak Adam dan tiga hal penyebab penderitaan. Penyebab kebahagiaan anak Adam adalah : (1) Istri yang baik, (2) Rumah yang bagus dan (3) Kendaraan yang bagus. Hal yang menyebabkan menderita : Istri yang jelek, rumah yang buruk dan kendaraan yang buruk.”

Dilaporkan juga dalam Shahih al-Jaami’ bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Empat hal yang menyebabkan kebahagiaan: (1) Istri yang baik, (2) Rumah yang bagus, (3) Tetangga yang baik, dan (4) Kendaraan yang bagus. Empat hal yang menyebabkan menderita: Istri yang buruk, tetangga yang buruk, kendaraan yang jelek dan rumah yang sempit/kecil.”
Sangat penting dan perlu atas seorang laki-laki untuk melihat seorang wanita yang bisa menjadi istri yang baik dan ibu yang baik bagi anak-anaknya (di masa depan). Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Dunia (hidup di dunia ini) adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia ini adalah istri yang baik (sholehah).” (Shahih Muslim, Kitab 14, Bab 17, Hadits No. 1467)
Saat ini sangat sulit untuk menemukan istri yang baik karena dia merupakan harta benda yang jarang ditemukan. Diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas Radliallahu Anhu, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam ditanya oleh Umar bin al-Khattab Radliallahu Anhu:
“Akan aku informasikan kepadamu harta benda yang terbaik yang bisa seseorang dapatkan, yaitu istri yang baik (shalehah). Ketika dia (suaminya) melihatnya dia akan membuatnya senang dan ketika dia diperintah maka akan patuh dan ketika dia ditinggal (jauh dari suami) maka akan menjaga dirinya.”
Hadits ini merupakan pernyataan yang jelas bahwa istri yang baik adalah orang (1) yang membuat senang dan bahagia hati suami ketika suaminya melihatnya, (2) mematuhi suaminya ketika dia memerintah mengerjakan sesuatu, dan (3) melindungi kehormatannya, rahasianya, keluarga (anak-anak) dan hartanya ketika suami tidak ada di sisinya.
Diriwayatkan dalam Shohih al-Jaami’ bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Hati yang bersyukur, lisan yang mengingat Allah Subhanahu wa Taála dan istri yang baik (zaujah shalihah) yang akan menolong kamu dalam urusan hidupmu dan agamamu, inilah harta benda terbaik yang dapat dimiliki manusia.”
Sangat penting bagi seorang wanita-orang yang akan menjadi istrimu dan membantu kamu menegakkan dien (agama) memiliki sifat-sifat dan kualitas tersebut sebelum kamu mempertimbangkan/memutuskan untuk menikahinya.

Allah Subhanahu wa Taála meminta kita untuk menikah dengan orang yang baik, shalehah dan bertaqwa:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nur: 32).
Dalam ayat lain, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat wanita jannah (surga):
“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala  lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah memelihara (mereka).” (QS An-Nisaa’: 34)

Shalihat artinya mereka adalah wanita yang baik agamanya. Qaanitaat artinya mereka patuh terhadap suaminya. Dan Haafizaat lil-Ghaib artinya mereka menjaga harta, kekayaan, anak-anak suaminya dan seterusnya tatkala suaminya pergi.
Dilaporkan dalam Mu’jam ath-Thabraani al-Kabiir dan Shahih al-Jaami’, dari Abdullah bin Salaam Radliallahu Anhu bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Wanita yang terbaik adalah wanita yang menyenangkan kamu tatkala kamu melihatnya, mematuhimu ketika kamu memerintahnya, menjaga dirinya sendiri (kesuciannya) dan harta kamu dalam ketiadaan kamu.”
Wanita yang patuh (taat) kepada Allah, Rasul-Nya dan suaminya maka tidak diragukan lagi dia layak mendapatkan jannah. Dilaporkan dalam Musnad al-Imaam Ahmad bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Jika seorang wanita menegakkan sholat 5 waktunya, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kesuciannya dan mematuhi suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di hari pengadilan), masuklah ke dalam surga dari pintu yang kamu sukai.”

Oleh karena itu, sifat-sifat dari wanita yang baik yang telah disebutkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan Rosul-Nya adalah:
* Shaalihat, mereka melaksanakan dien dan memiliki dien/agama yang baik
* Qaanitaat (mutii’aat), patuh kepada suaminya sepanjang dia tidak memerintahkan untuk tidak patuh kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
* Menjaga diri mereka tatkala suaminya tidak ada
* Menjaga harta, kekayaan dan anak-anak suami
* Membahagiakan hati suami (yaitu dengan aktif untuk menyayangi dan bersosialisasi dengannya)

Dilaporkan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Wanita (pada umumnya) dinikahi karena 4 hal : karena hartanya, karena statusnya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya, maka tanganmu akan dipenuhi dengan pasir-pasir (kebaikan).” (Shahih Muslim, Hadist No. 1466)
“Taribat Yadaak” (maka tanganmu akan dipenuhi dengan pasir) artinya bahwa jika seseorang memilih seorang wanita yang memiliki kebaikan dien dalam pernikahan mereka maka tangan mereka akan dipenuhi kebaikan dan mereka menjaga diri mereka dari sesuatu yang tidak menyenangkan hidup.
Jika seorang wanita memiliki agama yang baik, maka dia akan membawa ketenangan di rumahnya dan akan menyebabkan kebahagiaan pada suaminya. Dia akan menjadi lahan yaitu melahirkan anak-anak yang baik dan mereka akan mewarisi sifat-sifatnya dan karakter-karakternya. Bagaimanapun, jika dia menyimpang maka anak-anaknya akan mewarisi karakternya yang buruk dan personalitasnya, pernikahan akan mengalami petaka kegagalan, adapun suami akan gagal memenuhi apa yang diperintahkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yaitu untuk memilih wanita yang baik.
Wanita yang baik akan selalu menyesuaikan apa yang dia katakan dengan lakukan, dia adalah penjaga harta suaminya, rahasianya, kehormatan dan reputasinya. Reputasinya sebagai seorang wanita yang baik akan membawa kehormatan kepada keluarga.

Tidak diragukan, kecantikan, karakternya, personalitas, ketaqwaan dan agamanya melebihi kecantikan wajah dan fisiknya yang nampak. Hal tersebut akan tinggal selamanya. Adapun kalau kecantikan wajah maka akan berubah (yaitu kerena faktor usia) hanya dalam ukuran tahun.
Untuk wanita yang buruk akhlaqnya, kalau dia tua maka dia akan mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia masih muda dan merasa seperti wanita-wanita yang berumur belasan tahun. Dia tidak akan punya waktu untuk membaca Al-Qur’an, mengurus anak-anak atau bahkan suaminya. Sebaliknya dia akan berada di depan kaca, menggunakan make-up, dan mencoba menyembunyikan keriput dan noda-noda di wajahnya.

Wanita yang baik, akan selalu ingat akan tanggung jawab terhadap suaminya dan kewajibannya kepada Allah. Dia akan selalu mengingatkannya untuk sholat, mendorongnya untuk berdakwah dan mendukung jihad serta mengerjakan kewajiban-kewajibannya tanpa diminta. Jika suaminya baik maka suaminya akan memenuhi kebutuhannya dan memperhatikannya, dia tidak akan pernah melirik wanita lain karena istrinya tertambat di dalam hatinya.

Abdullah bin Rawaahah Radliallahu Anhu memiliki seorang budak hitam. Dia pernah memukulnya dan kemudian dia merasa bersalah karena telah melakukannya. Dia kemudian pergi menemui Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam dan mengatakan kepadanya apa yang terjadi. Nabi bertanya kepada Abdullah tentang gambaran karakternya. Abdullah menginformasikan kepada Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bahwa dia (budak wanitanya) berpuasa, sholat dan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bertanya lagi, “Berarti dia adalah seorang yang beriman.” Abdullah Radliallahu Anhu berkata, “Saya akan pergi untuk membebaskannya dan menikahinya.”

Ada beberapa orang yang mulai mencela Abdullah karena menikahi seorang budak wanita, karena mereka masih sering melirik orang-orang kafir untuk mereka nikahi. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kemudian menurunkan ayat :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al-Baqarah, 2:221)
Dilaporkan juga bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan wanita berkulit hitam yang berada di bawah kekuasaan Hudaifah bin al-Yaman Radliallahu Anhu. Hudaifah berkata kepada Khansaa’, budak wanitanya : “Wahai Khansaa’, Allah telah berfirman tentang kamu. Oleh karena itu, saya akan membebaskanmu, kemudian menikahimu.”

Dalam ayat ini subyek utamanya adalah agama yang baik. Kecantikan tubuh atau wajah bersifat subyektif tiap orang. Beberapa orang menyukai wanita dengan hidung yang mancung, yang lainnya menyukai wanita dengan hidung yang pendek. Beberapa orang juga menyukai wanita yang bermata lebar, adapun yang lain lebih tertarik pada wanita yang bermata sipit. Beberapa laki-laki menyukai wanita yang besar, yang lainnya menyukai yang langsing. Beberapa diantaranya menyukai wanita yang pendek, yang lainnya suka yang tinggi. Jadi kecantikan itu tergantung mata yang melihat. Apakah keumuman setiap laki-laki menyukai wanita yang baik agamanya, personalitas dan karakternya? Atau lebih menyukai wanita yang cantik di luar sana akan tetapi dia suka menyumpah, berteriak-teriak dan memiliki karakter yang buruk?

Dilaporkan dalam Shohih Bukhori bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Tiga orang yang akan mendapatkan pahala ganda yaitu:
(1) Seseorang dari golongan ahlul kitab (Yahudi atau Nasrani) yang beriman kepada nabinya (Isa atau Musa) kemudian beriman kepada Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam (yaitu masuk Islam).
(2) Seorang budak yang memenuhi kewajibannya kepada Allah dan juga kepada majikannya.
(3) Seorang majikan (pemilik budak) yang memiliki budak wanita kemudian mengajarinya jalan yang terbaik (dien/agama), membebaskannya kemudian menikahinya. Bagi dirinya (orang majikan tersebut) akan mendapatkan 2 pahala.”
(Kitab Ilmu, Bab 31, Hadist No. 97).
Pasangan yang terbaik dalam hidup ini adalah wanita yang beriman (muslim) dengan kebaikan agamanya maka ia akan dapat menolong suaminya untuk menempuh kehidupan yang sesuai dengan Islam.
Istri yang baik adalah seperti Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu Anhu, istri Nabi Salallahu Alaihi Wasallam, wanita yang mengimaninya ketika orang-orang mengkufurinya; mempercayainya ketika orang-orang tidak mempercayainya; menerima apa yang beliau katakan ketika orang-orang mengingkarinya; melindunginya ketika beliau membutuhkannya; menolongnya ketika orang-orang mencoba untuk mencelakakannya. Khadijah mendampinginya dalam kehidupan yang susah maupun senang.
Wanita yang baik adalah seperti Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, wanita yang sangat bangga akan agamanya. Dia mengirimkan anak laki-lakinya ke jalan surga dengan syahid, dan dia mendorongnya untuk berdiri teguh di depan Thaghut sampai mati dengan kematian yang mulia.
Istri yang baik adalah seperti Shafiyyah binti Abdil Muthalib Radhiyallahu Anhu, wanita yang sibuk ke medan perang untuk memerangi Yahudi yang ingin menyerang kehormatan orang-orang yang beriman.
Istri yang baik adalah seperti Sahaabiyyah Khansaa’ Radhiyallahu Anhu, wanita yang mengirim semua anak laki-lakinya yang berjumlah 4 untuk pergi berjihad. Ketika datang berita bahwa keempat anak laki-lakinya syahid, dia berkata: “Terima kasih ya Allah karena telah menjadikan mereka semua syahid dan aku berdo’a agar aku dapat bertemu dengan mereka di hari pengadilan nanti!”

Istri yang baik adalah Waluud yang artinya dia ingin memiliki anak. Dia bukanlah seseorang yang mengatakan, “Aku ingin menjaga penampilanku dan tidak ingin memiliki anak.” Istri yang baik adalah orang yang ingin memiliki banyak anak.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Menikahlah dan perbanyaklah anak-anakmu, sesungguhnya aku akan membanggakan kamu di hari pengadilan nanti.” (Shahih al-Jaami’, Hadist No. 3366)
Jadi tujuan dari pernikahan bukan hanya untuk memperoleh kenikmatan akan tetapi juga untuk meneruskan ras manusia.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi: 46)
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran: 14)

Ada banyak hal yang diingini oleh manusia-manusia: wanita, anak-anak, emas, perak (harta), kuda dan seterusnya; akan tetapi apa yang Allah Subhanahu wataála berikan kepada kita di akhirat adalah jauh lebih baik.
Dalam Surat Maryam dikatakan bahwa Zakariyyah Alaihi Salam memohon kepada Allah:
“Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS Maryam: 4-6)
Jadi alasan menikah adalah memiliki anak. Inilah kenapa sangat penting bagi wanita untuk memahami hal ini sebelum dia menikah, yaitu dia diharapkan untuk memiliki anak, bukan untuk menyelesaikan pendidikannya atau belajar mengendarai mobil.

Jika dia tidak tahu bagaimana cara untuk memasak, bersih-bersih, mencuci atau menjahit, tidak juga ingin memiliki anak, lantas untuk apa dia sebagai seorang istri?
Wanita yang baik adalah yang lembut, bijaksana dan lemah lembut. Jika suaminya berbicara kepadanya, dia tidak membantah atau berteriak kembali kepadanya. Sekiranya dia seorang istri, dia bukanlah pegulat atau petinju.

Mukmin yang baik, suami yang baik dan istri yang baik akan meminta dan memohon kepada Allah agar dianugerahi anak yang sholeh:
“Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqaan: 74)

Bahkan malaikat-malaikat beristighfar dan memohonkan ampun kepada Allah untuk manusia, istrinya dan anak-anaknya serta menjadikan mereka bahagia:
“Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ( QS Al-Mu’min : ayat 8 )
Kenikmatan dunia adalah istri dan anak. Jika seorang wanita tidak bisa melahirkan anak disebabkan dia sakit maka ini bukanlah kekuasaan-Nya. Akan tetapi jika dia sangat menginginkan untuk memiliki anak maka dia adalah wanita yang baik agamanya. Dia tidak harus cantik (sesuai dengan pandangan beberapa orang), akan tetapi dia dapat menawan hati suaminya dengan karakternya dan personalitasnya. Daripada menggunakan kecantikannya akan tetapi di setiap waktu dia berbicara dengan suara seperti George Bush atau Khaddafi.

Dilaporkan dalam Sunan Abu Dawud bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan berkata kepadanya, “Aku mencintai seorang wanita yang baik nama (statusnya) yaitu cantik, akan tetapi tidak bisa punya anak. Apakah anda menyarankan aku untuk menikah dengannya?” Nabi Salallahu Alaihi Wasallam berkata, “Jangan.” Laki-laki tadi datang kembali 2 kali akan tetapi setiap kesempatan Nabi Salallahu Alaihi Wasallam menjawabnya, “Jangan.” Setelah waktu yang ketiga kalinya Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Nikahilah wanita yang waduud (patuh, takut kepada suami) dan waluud (bisa punya anak). Aku akan membanggakan kamu (di hari pengadilan nanti).” (Sunan Abu Dawud, Kitabun Nikaah, Hadist No. 2050)

Wanita yang waluud yaitu bisa punya anak dan memiliki kesehatan yang bagus. Biasanya jika ibunya atau bibinya punya anak banyak maka dia akan mampu memiliki anak juga.
Wanita yang waduud adalah wanita yang bijaksana dan baik terhadap suaminya. Dia tersenyum kepadanya, berbicara dengan bijak dan ingin suaminya menjadi bahaga. Dia akan tersenyum dengan cinta dan kasih sayang.

Dilaporkan dalam hadits shahih al-Bukhori bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Di antara semua wanita-wanita yang menunggang onta (yaitu wanita-wanita Arab); wanita dari Bani Quraisy adalah yang terbaik. Mereka penyayang dan baik hati terhadap anak-anak mereka dan penjaga terbaik atas kekayaan suami mereka.” (Al-Bukhari, Kitab 60, Bab 46, Hadist No. 3434)
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam menggambarkan mereka sebagai yang terbaik karena mereka lemah lembut dan baik hati terhadap anak-anak mereka dan secara otomatis akan disayang dan diridhai suami mereka.

Wanita yang baik adalah penjaga dan pelindung harta kekayaan dan rahasia-rahasia suami mereka. Apa yang suaminya katakan terhadapnya secara pribadi, dia tidak seharusnya mempublikasikan atau mengatakan kepada temannnya.
Mudah untuk mendapatkan suami yang baik saat ini, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan istri yang baik.

Istri yang baik akan mengikuti pendapat (hukum) dari suaminya, bukan dengan pendapatnya sendiri. Dia tidak akan mengatakan kepadanya, “Kamu dapat merayakan I’ed hari ini, akan tetapi aku akan merayakannya besok.”
Seorang suami tidak akan pernah hidup dalam ketenangan jika menikah dengan wanita yang agamanya sesat, seorang Habashi, Deobandi atau Tahriiri. Inilah kenapa begitu penting bagi dirinya untuk menikahi seorang wanita yang mengikuti pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (mengikuti nabi dan sahabat-sahabatnya).

Keduanya idealnya memiliki agama yang sama dan aqidah (keyakinan) yang sama. Jika seorang istri mengimani bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, sementara suaminya mengimani bahwa Allah ada dimana-mana, maka akan selalu terjadi perselisihan pendapat dan debat argumen, adapun pernikahannya tidak akan bisa melakukan kerjasama diantara keduanya.
Agama yang baik bukan hanya shalat atau berpuasa. Jika seorang laki-laki memiliki agama yang baik, dia akan mengimani bahwa Yahudi dan Nasrani adalah kafir, dan jika wanita memiliki agama yang buruk maka dia akan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman.
Lebih lanjut, wanita tersebut akan mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah negara sekuler, dimana pikiran-pikiran mereka akan diracuni dengan pemikiran kufur.
Jika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita Barelwi atau pelaku bid’ah maka istrinya akan mengajarkan anak-anaknya untuk menyembah kuburan dan meminta bantuan dari orang yang sudah meninggal dunia.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Ruum: 21)

Bagaimana mungkin akan ada ketenangan dalam pernikahan jika istrinya menekan suaminya untuk membelikannya baju-baru baru, sepatu berhak tinggi, tas dan barang-barang perhiasan setiap hari? Setiap hari dia butuh waktu berjam-jam untuk bermake-up (berhias) dan jika suaminya mengomentarinya mengenai satu hal maka dia akan membuat hidup suaminya sedih. Itu bukanlah sifat seorang istri yang seharusnya.
Wanita butuh untuk meraih cinta dari suaminya dan menginginkan untuk dapat meraih surga melaui taat pada suaminya. Dia akan memasak untuknya, membersihkan baju-bajunya, menyetrika pakaian-pakaiannya dan menyiapkan makanan. Dia bukanlah seorang budak atau pembantu, akan tetapi ini adalah peran normal dari seorang istri.

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Aku akan informasikan kepadamu tentang wanita ahli surga! (mereka adalah) waduud (penuh kasih sayang dan sayang kepada suami mereka), waluud (subur) dan bermanfaat. Jika dia berpamitan kepadamu maka dia akan mengatakan, “Disini tanganku yang ada dalam tanganmu. Saya tidak bisa tidur hingga kamu senang.” (Shohih al-Jaami’)
Hadits ini menggambarkan seorang wanita jannah (surga) yang digambarkan sebagai seorang yang tidak akan beranjak tidur (setelah berpamitan kepada suaminya) hingga dia memegang tangannya dan berkata, “Saya akan beranjak tidur hingga kamu ridha terhadapku.” Atau hingga dia dimaafkan. Di manakah macam wanita jenis ini sekarang ini? Sekarang, jika suami berpamitan kepada istrinya maka istrinya akan mengatakan kepadanya pergilah ke neraka dan membuat suaminya tidur dalam kebun.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam menyarankan para pengikut-pengikutnya untuk menikah dengan wanita yang perawan. Konsep ini memberi tekanan bagi seorang wanita agar mempertimbangkan dengan benar masalah perceraian karena dia akan mengetahui bahwa akan sulit baginya untuk menikah lagi.
Inilah salah satu cara bahwa Islam melindungi keluarga; seorang istri tidak bisa lari hanya karena dia tidak memiliki televisi (sebagai contoh) karena dia tahu bahwa perceraian adalah sebuah pantangan dalam pernikahan.

Saat ini jika seorang suami mencoba menasehati dispilin kepada istrinya maka istrinya akan berteriak kepadanya atau berpikir bahwa suaminya mencoba untuk mengontrolnya.
Lebih lanjut jika dia (suaminya) berpamitan kepada istrinya maka dia tidak akan menemaninya karena dia pergi untuk melihat TV dan melihat laki-laki lain yang dia sukai.
Pada masa lalu, seorang ibu menasehati anak perempuannya, “Jadilah sebagai pembantu/hambanya, maka dia akan menjadi hambamu. Jadilah lahannya, dan dia akan menjadi akarmu.”
Mari kita berdoa kepada Allah semoga pelajaran ini dapat memberi pencerahan atas kriteria untuk memilih patner yang baik. Selalu perhatikanlah kebaikan agamanya karena orang yang mengetahui hukum syari’ah maka diapun juga akan mengetahui mana yang halal dan yang haram.
.:: Wallahu Taála Álam ::.