Thursday, 9 August 2012

Keistimewaan Hari Jum'at

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.
Amma Ba’du.

Sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala telah mengkhususkan umat Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam dan mengistimewakan mereka dari umat-umat yang lainnya dengan berbagai keistimewaan. Diantaranya adalah Allah subhanahu wata'ala memilihkan bagi mereka hari yang agung
yaitu hari jum’at.

"Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Huriairah dan Hudzaifah radhiallahu anhum berkata: Allah subhanahu wata'ala telah merahasiakan hari Jum’at terhadap umat sebelum kita, maka orang-orang Yahudi memiliki hari Sabtu, orang-orang Nashrani hari Ahad, maka Allah subhanahu wata'ala mendatangkan umat ini, lalu Dia menunjukan kita hari jum’at ini, maka Dia menjadikan urutannya menjadi Jum’at, Sabtu, Ahad, demikian pula mereka akan mengikuti kita pada hari kiamat, kita adalah umat terakhir di dunia ini namun yang pertama di hari kiamat, yang akan diputuskan perkaranya sebelum makhluk yang lain”. (Shahih Muslim no: 856 dan diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan maknanya
dari Abi Hurairah ra no: 876).

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Hari terbaik terbitnya matahari adalah pada hari Jum’at, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu pula dimasukkan ke dalam surga dan
pada hari itu tersebut dia dikeluarkan dari surga” (HR. Muslim: no: 854)

Di antara keutamaan hari ini adalah Allah subhanahu wata'ala menjadikan hari ini sebagai hari ‘ied bagi kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam sunannya dari Ibnu Abbas radhhiyallahu a'nhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya hari ini adalah hari raya, Allah menjadikannya istimewa bagi kaum muslimin, maka barangsiapa yang akan mendatangi shalat Jum’at maka hendaklah dia mandi”. (Ibnu Majah no: 1098)

Pada hari ini terdapat saat terkabulnya do’a, yaitu saat di mana tidaklah seorang hamba meminta kepada Allah subhanahu wata'ala padanya kecuali dia akan dikabulkan permohonannya.
Diriwyatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhhiyallahu a'nhu
bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya pada hari jum’at terdapat satu saat tidaklah seorang muslim mendapatkannya dan dia dalam keadaan berdiri shalat dia meminta kepada Allah suatu kebaikan kecuali Allah memberikannya, dan dia menunjukkan dengan tangannya bahwa saat tersebut sangat sedikit." ( HR. Muslim no: 852
dan Al-Bukhari no: 5294)

Para ulama berbeda pendapat tentang waktu terjadinya dan pendapat yang paling kuat adalah dua pendapat:

Pertama: Yaitu saat duduknya imam sehingga shalat selesai, dan alasan ulama yang berpendapat seperti ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Barrah bin Abi Musa bahwa
Abdullah bin Umar berkata kepadanya: Apakah engkau pernah mendengar bapakmu membacakan sebuah hadist yang berhubungan dengan saat mustajab pada hari Jum’at?. Dia berkata: Ya aku pernah mendengarnya berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shalallahu'alaihi wasallamm bersabda:

"Dia terjadi saat antara imam duduk sehingga shalat selesai ditunaikan”. (HR. Muslim: no: 853)

Kedua: Dia terjadi setelah asar, dan pendapat inilah yang paling kuat diantara dua pendapat tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Nasa’i dari Jabir radhhiyallahua'nhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Hari jum’at itu dua belas jam, tidaklah seorang hamba yang muslim memohon kepada Allah sesuatu pada hari itu kecuali Dia aka memperkenankan permohonan hambah-Nya itu, maka carilah dia pada akhir waktu asar” (HR. An-Nasa’i: no: 1389)
.
Pendapat inilah yang dipegang oleh sebagian besar golongan salaf, dan telah didukung oleh berbagai hadits. Adapun tentang hadits riwayat Abi Musa yang sebelumnya maka hadits tersebut memiliki banyak cacat dan telah disebutkan oleh Al-hafiz Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari. Di antara keutamaannya adalah bahwa hari itu adalah hari dihapuskannya dosa-dosa. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhhiyallahua'nhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda: Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at yang lainnya dan ramadhan ke ramadhan yang lain adalah penghapus dosa antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi”.(HR. Shahih Muslim: no: 233)

Di antara adab-adab jum’at yang perlu dijaga oleh orang yang beriman adalah:

Pertama: Disunnahkan bagi imam untuk membaca yaitu surat As-Sajadah dan surat Al-Insan pada saat shalat fajar pada hari Jum’at.

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Ibnu Abbas radhhiyallahua'nhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam membaca pada waktu shalat fajar pada hari jum’at surat As-Sajadah dan surat Al-Insan". (HR. Muslim: no: 853)

Kedua: Disunnahkan memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam pada hari Jum’at atau pada waktu malamnya, berdasarkan sabda Nabi dalam riwayat An-Nasa’i dari Aus bin Aus: Hari terbaik kalian adalah hari jum’at, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dicabut nyawanya, pada hari itu akan terjadi tiupan sangkakala, pada hari itu dimatikannya seluruh makhluk pada hari kiamat, maka perbanyaklah membaca shalawat bagiku sebab shalawat kalian didatangkan kepadaku”. Mereka bertanya wahai Rasulullah bagiamana shalawat kami didatangkan kepadamu padahal dirimu telah menjadi tulang belulang yang telah remuk?. Atau mereka berkata: Engkau telah remuk mejadi tanah?. Maka Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala telah mengharamkan kepada bumi memakan jasad para Nabi alaihimus shalatu was salam”. ( An—Nasa’I no: 1374)

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam kitab sunannya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Perbanyaklah membaca shalawat bagiku pada ahari jum’at dan malam Jum’at, sebab barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku satu shalawat saja maka Allah subhanahu wata'ala akan membaca shalawat kepadanya sepuluh kali shalawat”.

Ketiga: Perintah untuk mandi jum’at dan masalah ini sangat ditekankan, bahkan sebagian ulama mengatakan wajib.
Diriwayatkn oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’id Al-Khudri radhhiyallahua'nhu berkata: Aku bersaksi bahwa Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Mandi pada hari Jum’at diwajibkan bagi orang yang telah mencapai usia balig dan menjalankan shalat sunnah dan memakai minyak wangi jika ada”.

Keempat: Disunnahkan menggunakan minyak wangi dan siwak, memakai pakaian yang terbaik. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya dari Abi Sa’id AL-Khudri dan Abi Hurairah radhhiyallahua'nhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa 5 Al-Baihaqi: 3/249 no: 5790
6 Al-Bukhari: no: 880 dan Muslim: no: 846
7
yang mandi pada hari jum’at, memakai siwak, memakai pakaian yang
terbaik, memakai minyak wangi jika dia memilikinya, memakai pakaian yang
terbaiknya kemudan mendatangi mesjid sementara dia tidak melangkahi
punak-pundak orang lain sehingga dia ruku’ (shalat) sekehendaknya,
kemudian mendengarkan imam pada saat dia berdiri untuk berkhutbah
sehingga selesai shalatnya maka hal itu sebagai penghapus dosa-dosa yang
terjadi antara jum’at ini dengan hari jum’at sebelumnya ( Imam Ahmad:
3/81)
Kelima: Mambaca surat Al-Khafi . Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari hadits
Abi Said Al-Khudri radhhiyallahua'nhu bahwa Nabi Muhammad
shalallahu'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang membaca surat Alkahfi
pada hari jum’at maka akan maka sinar akan memancar meneranginya
antara dua jum’at”. (Al-Hakim: 3/81)
Keenam: Disunnahkan bersegera manuju shalat jum’at. Diriwayatkan oleh
Imam Ahmad di dalam musnadnya dari Aus Al-Tsaqofi dari Abdullah bin
Amru Radhiyallahu 'anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah
shalallahu'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang memandikan dan
mandi, lalu bergegas menuju mesjid, mendekat kepada posisi imam,
mendengar dan memperhatikan khutbah maka baginya dengan setiap
langkah yang dilangkahkannya akan mendapat pahala satu tahun termasuk
puasanya”. ( Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya: 2/209)
Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalak kitab shahihnya dari Abi
Hurairah radhhiyallahua'nhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu'alaihi
wasallam bersabda: Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at yang sama
seperti mandi janabah kemudian bersegera pergi ke mesjid maka dirinya
seakan telah berkurban dengan seekor unta yang gemuk, dan barangsiapa
yang pergi pada masa ke dua maka dia seakan berkurban dengan seekor
sapi, dan barangsiapa yang pergi ke mesjid pada saat yang ke tiga maka dia
seakan telah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk, dan
barangsiapa yang pergi ke mesjid pada saat yang keempat maka dia seakan
telah berkurban dengan seekor ayam, dan barangsiapa yang pergi ke mesjid
pada saat yang ke empat maka dia seakan telah berkurban dengan sebutir telur, dan apabila imam telah datang maka para malaikat hadir
mendengarkan zikir (khutbah).” Dan bersegera menuju masjid untuk shalat jum’at termasuk perbuatan
sunnah yang agung nilainya, namun banyak dilalaikan oleh banyak
masyarakat, dan semoga hadits-hadits yang telah disebutkan di atas bisa
memberikan motifasi dan memperkuat tekad, serta mengasah semangat
untuk bersegera meraih nilai yang utama ini. Allah subhanahu wata'ala
berfirman:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa" (QS. Ali imron: 133)

Segala puji bagi Allah subhanahu wata'ala Tuhan semesta alam,
semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad shalallahu'alaihi wasallam dan kepada keluarga, shahabat
serta seluruh pengikut beliau.

Kemesraan Ilmu & Jihad


وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ


"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya". (Q.S. At-Taubah: 122)
Saudaraku kaum muslimin…

Ayat ini memberikan beberapa faedah tarbiyyah bagi kita semua, seluruh kaum mukminin, diantaranya:

-          Dalam ayat ini Alloh Subhanahu Wa Ta'ala menjelaskan tentang hukum nafar (memobilisasi masa).
Hal tersebut menandakan bahwa melakukan nafar merupakan peribadatan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala:
ألأنفز عاج عن ألشيء كا لفزع الى الشي ء وعن الشي ء
"Memprovokasi sesuatu dan kepada sesuatu, seperti mendorong kepada sesuatu dan tentang sesuatu."

Istinfar berarti memprovokasi masa untuk berperang. Nafar juga berarti pergi bergegas dan terburu-buru.

Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ
"Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut." (Q.S. al-Muddatsir: 50) (Lihat: al-Mufradat Fi Gharib al-Qur'an, hal. 502)


Memprovokasi dalam ayat ini bukanlah memprokasi masa untuk manghasut, berbuat anarkis tanpa tuntunan syari'ah. Memprovokasi dalam ayat ini adalah untuk membela kedaulatan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, menegakkan kebenaran islam dan meluruskan jalan kemanusiaan, yaitu berjihad fisabilillah.

-          Banyak sekali ayat-ayat al-Qur'an yang memerintahkan nafar untuk berjihad. Di antaranya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ
"Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit".(Q.S.at-Tawbah: 38)

Bahkan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala perintahkan kita untuk nafar, dalam kondisi senang maupun susah.
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (Q.S.at-Tawbah: 41)

Artinya nafarlah semua kalian dalam keadaan yang ringan untuk berjihad atau dalam keadaan berat. Kondisi seperti ini mencakup semua keadaan seperti yang diterangkan oleh banyak ahli  tafsir, yaitu:
حِفَافاًَ فِي النُّفُوْرلِنَشَا طِكُمْ لَهُ َوثِقَا لاً عَنْهُ لِمَشَقَّتِهِ عَلَيْكُمِْ
"Dalam keadaan semangat atau berat".
حِفَافاًَ  لِقِلَّةِ عَلَيْكُمْ َوثِقَا لاً  لِكَثْرَتِهَا
"Dalam keadaan banyak bekal atau sedikit".
حِفَافاًَ مِنْ السَّلَمِ وثِقَا لاً مِنْهُ
"Dalam keadaan memiliki senjata atau tidak"
رُكْبَا ناً وَ مُشَا ةً
"Berkendaraan atau berjalan kaki"
شَبَابَاوَمُشَاةً
"Muda atau tua"
مُهَازِلَ وَ سِـمَا نًا
"Berbadan kurus atau gemuk"
ِصحَاحاً وَمَرْ ضًى
"Sehat atupun sakit"
 (Tafsir ar-Raziy: 16/70)

Saudara kaum muslimin…
-          Nafar (mobilisasi massa) dalam rangka mendapat ilmu. Kemutlakan ayat diatas (Q.S at-Tawbah : 122) mendorong para lafus dalam berlomba-lomba mencari jihad fisabilillah.

Shahwan bin Amr Rahimahullah berkata:

"Dulu aklu pernah menjadi gubernur diwilayah Himsh. Ketika itu aku bertemu dengan kakek tua dari damaskus yang kedua matanya sudah mulai redup namun masih bergelora dalam berjihad. Aku bertanya kepadanya:

"Wahai paman, engakau ma'dzur (mendapat izin tidak berjihad) di sisi Alloh."

Tiba-tiba dia mengangkat kedua matanya berkata:


Hai anak saudaraku, Alloh memerintahkan kami bernafar baik dalam keadaan nafar maupun berat. Ketahuilah, bahwa orang yang dicintai Alloh pasti diuji oleh-Nya."

Akan tetapi dengan keadilan-Nya Alloh memerintahkan kaum mukminin untuk tetap berada dalam keseimbangan. Perang atau jihad yang akan dan sedang dilakukan hendaknya tetap dalam koridor syari'at Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, bukan karena hawa nafsu ingin membunuh atau menumpahkan darah atau kerena hal-hal lain yang tidak pernah diperrintahkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan diajarkan oleh Rasul-Nya Salallahu Alaihi Wasalam. Untuk itu, ilmu syar'I merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh upaya peribadatan yang dilakukan, termasuk jihad didalamnya.

al-Baghawaiy Rahimahullah berkata:

"Firman Alloh (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (kemedan perang). Artinya hendaklah ada satu kelompok ditiap kobilah yang bertugas keluar untuk berperang dan satu kelompok lain tinggal bersama Rasululloh (untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama) yaitu satu kelompok yang tidak ikut perang untuk mempelajari al-Qur'an, sunnah, fardhu-fardhu dan berbagai hukum. Agar, saat pasukan kembali, para penuntut ilmu itu mengkhabarkan apa-apa yang diturunkan kepada mereka." (Tafsir al-Baghawiy: 2/343)

Hal ini menunjukkan agungnya ilmu, khususnya al-fiqhu fi ad-din (faham secar mendalam terhadap agama) sebagai perkara penting, mencari ilmu dan menyebarkannya, serta agungnya nasehat dari orang yang berilmu.

Apabila ilmu tela berkurang, dakwah fi sabilillah tiada, pengajaran kepada orang jahil ditinggalkan, maka manfaat apa yang diperoleh kaum muslimin? Kemana berkahnya ilmu?

Ayat ini bersifat faedah penting yaitu kaum muslimin harus berusaha keras terhadap setiap apa yang menghasilkan maslahat bagi ummah, yang dapat menyempurnakan manfaat agama dan dunia mereka.

Saudaraku kaum muslimin…..

-          Nafar dalam rangka jihad harus diiringi dengan ilmu.

Jihad yang merupakan puncak dari segala amal, maka sangat membutuhkan bimbingan ilmu. Jihad sebagai puncak keikhlasan, maka butuh ilmu ikhlas sebelum berjihad. Jihad sebagai puncak kecintaan kepada Alloh, maka butuh ilmu ma'rifatullah.
Jihad sebagai puncak tawakal, maka harus ada ilmu tawakal. Jihad sebagai puncak kesabaran maka butuh ilmu sabar agar tidak jatuh ditengah jalan. Jihad dan ilmu sebenarnya dua hal yang tidak bisa dipisahkan, maka keduanya harus bisa tampil mesra.

Tujuan dari beriringnya ilmu dan jihad antara lain:
. Agar jihadnya berdasarkan tafaqquh fi ad-dien,bukan berdasarkan hawa nafsu.
. Agar kewaspadaan terhadap pelanggaran syari'at.
. Agar tidak terjadi jihad tanpa ilmu ataupun ilmu tanpa jihad.

Syaikh Abdul Aziz bin Nashir al Julayyil Rahimahullah menyatakan bahwa diantara salah satu rambu terpenting dalam melakukan perubahan terhadap umat yang jalannya adalah jihad fi sabilillah ialah I'dad al-ilmi (persiapan ilmu), tafaqquh fi ad-dien (mendalami agama) dan memiliki bashirah (pandangan yang tajam) tentangnya. Agar dakwah individunya dan jihad jama'inya berdasarkan bashirah dan bendera yang jelas.
Dia faqih (faham betul), mengapa dia berjihad? Bagaimana dia berjihad? Siapa yang berjihad? Di atas aqidah apa dia berihad? Semua itu tidak mungkin digapai kecuali dengan ilmu dan tafaqquh di ad-dien (faham secara mendalam tentang agama Alloh)." (Waqofat Tarbawiyyah: 1/239)

Saudaraku kaum muslimin….

Ada dua qanun (ketetapan) Alloh Subhanahu Wa Ta'ala yang tertata rapi dan tidak akan mengalami perubaha. Pertama, qanun pertolongan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dan dukungan-Nya kepada wali-wali-Nya serta kesertaan-Nya pada hamba-hamba-Nya yang muhsin.

Kedua, qanun kebalikannya, yaitu permusuhan dari musuh-musuh islam tetap berlangsung selama bumi dan langit masih berdiri. Kaum musyrikin, orang-orang Yahudi dan Nashrani, orang-orang atheis dna orang-orang munafik, meraka dkan selalu membuat makar dan tipu daya, siang dan malam sehingga dapat membabat habis islam dan mencabut sampai ke akar-akarnya (menurut prasangka mereka).

Dua qanun Rabbani ini telah nyata dalam kehidupan kita. Qanun pertolongan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala pada wali-wali-Nya dan qanun permusuhan yang terus berlangsung, seperti tipu daya, jebakan, menimpakan bencana dan rintangan dari musuh-musuh Alloh Subhanahu Wa Ta'ala terhadap wali-wali-Nya. Musuh-musuh Ialam akan meyerang dan menggoyak serta  tidak kan pernah mau diam selamanya.

Sepanjang masih ada islam, peperangan akan terus berlangsung. Tidak ada pilihan bagi kaum muslimin lain melangkahkan kakinya pada jalan ilmu dan jihad.

Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman menerangkan hal tersebut:
كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS al-Mujadilah:21)
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat). (QS al-Mu'min 51)  
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya".(QS. Ali Imran :12)
Sebagai kebalikanya Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman menuturkan keadaan orang-orang kafir:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al-Baqoroh: 120)
وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ * إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqoroh: 217-118) 

Qanun (ketetapan) Alloh yang lain, yaitu bahwa Alloh Subhanahu Wa Ta'ala akan membersihkan orang-orang beriman dari orang-orang munafik. Sebab, kemenangan tidak akan datang kepada suatu kaum yang masih bercampur aduk antara yang tahyyib (baik), yaitu kaum beriman dengan yang khabist (buruk) yaitu kaum munafik.
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar." (QS. Ali-Imron:179)
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لأنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.(QS. Ali Imran:178)

Ketika telah muncul kaum beriman yang bersih dari orang-orang munafik, maka binasalah orang-orang kafir dan turunlah kemenangan.
وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
"dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.(QS. Ali Imron : 141)

Oleh karena itu, dalam menyikapi kawanin (ketetapan-ketetapan) itu, haruslah dengan ilmu dan jihad. Tak ada jalan lain selain kedua jalan itu. Dua jalan inilah pilihan orang-orang beriman. (red/Majalah As-Silmi)

Keutamaan dan Tanda Lailatul Qadar

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam Lailatul Qodar/Nuzul Qur’an, red), akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.

1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman (yang artinya),
[1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. [2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah,
[3]Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah ini, lihatlah).
Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau, “Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab, “Carilah di malam tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/388).
Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari 4/255 dan Muslim 1169)
Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Ini menafsirkan sabdanya (yang artinya), “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.” (Lihat maraji’ diatas).
Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain: tujuh, sembilan, lima).” (HR Bukhari 4/232).
Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya, jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.
Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata, “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan.”
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata, “Aku bertanya, Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali).
Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya – engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia berkata), “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” (HR Muslim 1174).
4. Tanda-tandanya
Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan membantu dengan pertolonganNya- sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari Ubay radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim 762).
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang artinya), “Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.” (HR Muslim 1170. Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR Thayalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).