Saudariku
yang baik hati, yang cantik yang manis, kehadiran tulisan ini merupakan
bentuk kepedulian kepada muslimat seluruh Nusantara, sebab roda era
globalisasai tak terhenti sedangkan beribu rayuan model pakaian, jilbab
bermunculan.
Subhanallah jilbab itu adalah ketaatan kepada Allah
dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab
itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa
malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal
maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah
yang harus dilekatkan di hati.
Allah berfirman:
‘’….. Barang
siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke
dalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS. An-Nisa ayat
13)
Wahai para muslimah jika kita mentaati perintah Allah dan
rasul maka kelak akan mendapatkan syurga Allah SWT. Ayat di atas dikutip
dari surah an-Nisa yang berarti wanita , perhatikanlah dalam al-Quran
tertera surah wanita sedang surah lelaki tidak ada, ini bertanda bahwa
wanita bisa mempunyai peran penting dalam menempuh kehidupan dan
kemajuan Islam tetapi wanita bisa juga menjadi sumber fitnah terbesar
jika tidak mentaati kaidah-kaidah Allah dan Rasul-Nya.
Hijab dan
Jilbab adalah masalah Fiqih (Syari’ah), Keempat Mazhab yang terkenal
seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dan semua ahli Fiqih
dan Syariat Islam sependapat bahwa aurat perempuan adalah semua badannya
kecuali Muka dan Telapak tangan.
Rasulullah saw. bersabda yang
artinya, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah
melihatnya: laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip
ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian
namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak
punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya.
Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan
sekian.” (HR Muslim).
Seorang muslimah akan selalu ingin menjadi
tampil menarik di hadapan manusia akan tetapi penampilan yang paling
menarik dari semua penampilan adalah penampilan yang sesuai syariat
Allah sang pengasih dan penyayang hambanya dengan memerintahkan memakai
jilbab sebagai penyempurna kewajiban sebagai seorang muslimah yang sudah
baligh, hal ini adalah bentuk kasih sayang kepada hambanya khususnya
wanita, yakinlah bahwa Allah mengatur semua ini hanya untuk kepada
saudariku-saudariku.
Berikut ini adalah dalil-dalil tentang
wajibnya memakai Hijab menurut Al-Qur’an dan Hadits dan penafsiran para
Sahabat dan Fuqaha (Ahli Fiqih) Hukum Jilbab dan Hijab:
Dari Khalid bin Duraik: ‘’Aisyah RA, berkata: ‘’Suatu hari, asma binti abu bakar menemui Rasulullah SAW dengan menggunakan pakaian tipis,
beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’wahai asma’’ jika perempuan
sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat
kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan.’’ (HR. Abu Daud).
Aurat
wanita yang tidak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain
suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan
telapak tangan. Hal ini berdasarkan dalil hadits di atas dan ayat ayat
berikut.
1. Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31, “Dan katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan khumurnya (Indonesia: hijab) ke dadanya….” Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para
ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya
menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab, jika
perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan
itu berada. Menurut Ibnu Umar RA yang biasa nampak adalah wajah dan
telapak tangan.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada.
Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala.
Atau, dalam bahasa kita disebut hujab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan
dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup
hanya dengan menutupkan hijab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan
ke belakang. Tetapi, ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai
menutupi dada.
2. Hadits riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis,
lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma,
sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig)
maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk
wajah dan telapak tangan. (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
1. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
2.
Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat. Dari
kedua dalil di atas, jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh
tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula
kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika
dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan
menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat
shalat saja atau ketika hadir di pengajian, namun juga pada semua tempat
yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Pembaca
yang budiman, jika memperhatikan realita arus kehidupan dunia yang penuh
dengan godaan, terkadang saudariku merasa malu menggunakan pakaian
muslimah, dengan beberapa alasan:
1. Malu, terkadang ada
muslimah yang sudah paham tentang arti dan kewajiban memakai jilbab
syar’i tetapi masih dihantui perasaan malu terhadap teman, keluarga dan
lingkungan. Pesan untuk saudari-saudariku yang cantik harapan umat”
jangan malu dalam menjalankan Syariat Islam sebab itulah jalan yang
lurus tapi malulah jika tidak taat kepada syariat Allah”
2.
Takut dicap teroris, seiring perputaran kehidupan yang canggih anak
manusia maju memasuki era globalisasi maka kebanyakan perbuat-perbuat
teror yang dilakukan oleh oknum dan salah dalam mengartikan jihad
sehingga pada akhirnya setiap ada teror terbukti atau tidak biasanya
dituduhkan kepada muslin/muslimat, sehingga terkadang ada ibu rumah
tangga yang melarang anaknya untuk memakai jilbab syar’i. “Pesan, tidak
usah takut dicap teroris sebab Allah bersama kita’’ kalaupun polri atau
Amerika sekalipun menuduh kita yang tidak-tidak lalu kemudian diadili
maka engkau mati syahid sebab mempertahankan keimanan dan difitnah.
Setelah
membahas beberapa dalil di atas telah jelas bahwa dalam berpakaian saat
ini ada beberapa kriteria atau syarat. Syarat-syarat pakaian penutup
aurat wanita pada dasarnya seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian
boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut.
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak tipis dan transparan. (Sesuai hadits di atas)
3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat).
4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
Teruntuk
saudari-saudariku yang cantik, yang peduli pada diri sendiri atas
kehidupan akhirat pakailah pakaian yang sesuai syariat Allah, insya
Allah engkau bahagia dunia dan akhirat sebab hati ini akan tenteram jika
melaksanakan syariat Islam. Jika memakai pakaian yang tidak sesuai
syariat saya yakin bahwa sebenarnya dalam hati kecil kita berkata
sebenarnya aku suka berpakaian syariat tapi pikiran dan hawa nafsu ingin
berpakaian yang tidak sesuai syariat Allah.
Pakaian muslimah sekarang kebanyakan membungkus bukan menutup,
perbedaan membungkus dan menutup, contoh menutup itu berpakaian tapi
lekuk-lekuk masih sangat terlihat, transparan, akibat pakaian kekecilan
dan ketat dikategorikan membungkus. Sedangkan menutup, berpakaian dengan
baik rapi tanpa tidak menampakkan model-model lekuk-lekuk tubuh alias
tidak ketat.
Teringat salah satu artikel ww.arrahmah.com berikut bunyinya:
Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab
Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, ”Hati
juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup
amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang
menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan
tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam
tindakan dan amalan”
Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, ”Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?” Coba direnungkan!
Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, ”Jika
tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi?
Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan
supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan
kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam
barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit
mendatang. So … jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda
untuk berjilbab.”
Perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:
“Jika
engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau
berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa
sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang
matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan
untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga
bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan shalih.
Subhanallah…
Masihkah
kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan
hijab? masihkah? Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh
yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan
itu, Demi Allah, sesungguhnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa
ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi
rojiun. Demikianlah artikel yang sempat saya kutip.
Jadi, terus
terang saja mata ini sudah sering kali dibelokkan oleh syetan, sebab di
manapun saya berada baik di luar Negeri ataupun dalam Negeri begitu
banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini. Lelaki hidung
belang seenaknya menyajikan pesona yang tak pantas.
Saudariku yang
muslimah, yakinlah bahwa syariat mengatur kehidupan kita, itu semua
teruntuk kebaikan dan kemashlahatan dunia dan akhirat, tidak akan ngaruh
kekokohan Allah sebagai Tuhan, jika saudariku berhijab syar’i atau
tidak, hasilnya akan kembali kepada diri pribadi kita masing-masing.
Mohon maaf dengan sebesar-besarnya jika bahasa-bahasa yang digunakan
terlalu over sebab ini semua agar mudah dipahami tak ada niat kecuali
saling mengingatkan, wallahu a’lamu bishowab.
Sumber : https://www.dakwatuna.com/2012/03/19080/apakah-jilbabku-jilbab-syari/
Sunday, 20 May 2012
Wednesday, 2 May 2012
Beginilah Istri Shalihah
Sangat penting bagi seorang laki-laki
untuk mengerti kualitas dan sifat-sifat seorang wanita sebelum dia
dipertimbangkan sebagai seorang istri.
Dilaporkan dalam Musnad Imam Ahmad, dari Sa’ad bin Abi Waqqas Radliallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Tiga sebab kebahagiaan anak Adam dan
tiga hal penyebab penderitaan. Penyebab kebahagiaan anak Adam adalah :
(1) Istri yang baik, (2) Rumah yang bagus dan (3) Kendaraan yang bagus.
Hal yang menyebabkan menderita : Istri yang jelek, rumah yang buruk dan
kendaraan yang buruk.”
Dilaporkan juga dalam Shahih al-Jaami’ bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Empat hal yang menyebabkan kebahagiaan:
(1) Istri yang baik, (2) Rumah yang bagus, (3) Tetangga yang baik, dan
(4) Kendaraan yang bagus. Empat hal yang menyebabkan menderita: Istri
yang buruk, tetangga yang buruk, kendaraan yang jelek dan rumah yang
sempit/kecil.”
Sangat penting dan perlu atas seorang
laki-laki untuk melihat seorang wanita yang bisa menjadi istri yang baik
dan ibu yang baik bagi anak-anaknya (di masa depan). Dalam hadits lain
diriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Dunia (hidup di dunia ini) adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia ini adalah istri yang baik (sholehah).” (Shahih Muslim, Kitab 14, Bab 17, Hadits No. 1467)
Saat ini sangat sulit untuk menemukan
istri yang baik karena dia merupakan harta benda yang jarang ditemukan.
Diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas Radliallahu Anhu, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam ditanya oleh Umar bin al-Khattab Radliallahu Anhu:
“Akan aku informasikan kepadamu harta
benda yang terbaik yang bisa seseorang dapatkan, yaitu istri yang baik
(shalehah). Ketika dia (suaminya) melihatnya dia akan membuatnya senang
dan ketika dia diperintah maka akan patuh dan ketika dia ditinggal (jauh
dari suami) maka akan menjaga dirinya.”
Hadits ini merupakan pernyataan yang
jelas bahwa istri yang baik adalah orang (1) yang membuat senang dan
bahagia hati suami ketika suaminya melihatnya, (2) mematuhi suaminya
ketika dia memerintah mengerjakan sesuatu, dan (3) melindungi
kehormatannya, rahasianya, keluarga (anak-anak) dan hartanya ketika
suami tidak ada di sisinya.
Diriwayatkan dalam Shohih al-Jaami’ bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Hati yang bersyukur, lisan yang mengingat Allah Subhanahu wa Taála dan istri yang baik (zaujah shalihah) yang akan menolong kamu dalam urusan hidupmu dan agamamu, inilah harta benda terbaik yang dapat dimiliki manusia.”
Sangat penting bagi seorang wanita-orang
yang akan menjadi istrimu dan membantu kamu menegakkan dien (agama)
memiliki sifat-sifat dan kualitas tersebut sebelum kamu
mempertimbangkan/memutuskan untuk menikahinya.
Allah Subhanahu wa Taála meminta kita untuk menikah dengan orang yang baik, shalehah dan bertaqwa:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nur: 32).
Dalam ayat lain, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat wanita jannah (surga):
“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah memelihara (mereka).” (QS An-Nisaa’: 34)
Shalihat artinya mereka adalah wanita
yang baik agamanya. Qaanitaat artinya mereka patuh terhadap suaminya.
Dan Haafizaat lil-Ghaib artinya mereka menjaga harta, kekayaan,
anak-anak suaminya dan seterusnya tatkala suaminya pergi.
Dilaporkan dalam Mu’jam ath-Thabraani
al-Kabiir dan Shahih al-Jaami’, dari Abdullah bin Salaam Radliallahu
Anhu bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Wanita yang terbaik adalah wanita yang
menyenangkan kamu tatkala kamu melihatnya, mematuhimu ketika kamu
memerintahnya, menjaga dirinya sendiri (kesuciannya) dan harta kamu
dalam ketiadaan kamu.”
Wanita yang patuh (taat) kepada Allah,
Rasul-Nya dan suaminya maka tidak diragukan lagi dia layak mendapatkan
jannah. Dilaporkan dalam Musnad al-Imaam Ahmad bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Jika seorang wanita menegakkan sholat 5
waktunya, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kesuciannya dan mematuhi
suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di hari pengadilan), masuklah
ke dalam surga dari pintu yang kamu sukai.”
Oleh karena itu, sifat-sifat dari wanita yang baik yang telah disebutkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan Rosul-Nya adalah:
* Shaalihat, mereka melaksanakan dien dan memiliki dien/agama yang baik
* Qaanitaat (mutii’aat), patuh kepada suaminya sepanjang dia tidak memerintahkan untuk tidak patuh kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
* Menjaga diri mereka tatkala suaminya tidak ada
* Menjaga harta, kekayaan dan anak-anak suami
* Membahagiakan hati suami (yaitu dengan aktif untuk menyayangi dan bersosialisasi dengannya)
Dilaporkan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Wanita (pada umumnya) dinikahi karena 4
hal : karena hartanya, karena statusnya, karena kecantikannya dan karena
agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya, maka tanganmu akan
dipenuhi dengan pasir-pasir (kebaikan).” (Shahih Muslim, Hadist No. 1466)
“Taribat Yadaak”
(maka tanganmu akan dipenuhi dengan pasir) artinya bahwa jika seseorang
memilih seorang wanita yang memiliki kebaikan dien dalam pernikahan
mereka maka tangan mereka akan dipenuhi kebaikan dan mereka menjaga diri
mereka dari sesuatu yang tidak menyenangkan hidup.
Jika seorang wanita memiliki agama yang
baik, maka dia akan membawa ketenangan di rumahnya dan akan menyebabkan
kebahagiaan pada suaminya. Dia akan menjadi lahan yaitu melahirkan
anak-anak yang baik dan mereka akan mewarisi sifat-sifatnya dan
karakter-karakternya. Bagaimanapun, jika dia menyimpang maka
anak-anaknya akan mewarisi karakternya yang buruk dan personalitasnya,
pernikahan akan mengalami petaka kegagalan, adapun suami akan gagal
memenuhi apa yang diperintahkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yaitu untuk memilih wanita yang baik.
Wanita yang baik akan selalu menyesuaikan
apa yang dia katakan dengan lakukan, dia adalah penjaga harta suaminya,
rahasianya, kehormatan dan reputasinya. Reputasinya sebagai seorang
wanita yang baik akan membawa kehormatan kepada keluarga.
Tidak diragukan, kecantikan, karakternya,
personalitas, ketaqwaan dan agamanya melebihi kecantikan wajah dan
fisiknya yang nampak. Hal tersebut akan tinggal selamanya. Adapun kalau
kecantikan wajah maka akan berubah (yaitu kerena faktor usia) hanya
dalam ukuran tahun.
Untuk wanita yang buruk akhlaqnya, kalau
dia tua maka dia akan mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia masih
muda dan merasa seperti wanita-wanita yang berumur belasan tahun. Dia
tidak akan punya waktu untuk membaca Al-Qur’an, mengurus anak-anak atau
bahkan suaminya. Sebaliknya dia akan berada di depan kaca, menggunakan
make-up, dan mencoba menyembunyikan keriput dan noda-noda di wajahnya.
Wanita yang baik, akan selalu ingat akan
tanggung jawab terhadap suaminya dan kewajibannya kepada Allah. Dia akan
selalu mengingatkannya untuk sholat, mendorongnya untuk berdakwah dan
mendukung jihad serta mengerjakan kewajiban-kewajibannya tanpa diminta.
Jika suaminya baik maka suaminya akan memenuhi kebutuhannya dan
memperhatikannya, dia tidak akan pernah melirik wanita lain karena
istrinya tertambat di dalam hatinya.
Abdullah bin Rawaahah Radliallahu Anhu
memiliki seorang budak hitam. Dia pernah memukulnya dan kemudian dia
merasa bersalah karena telah melakukannya. Dia kemudian pergi menemui
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam dan mengatakan kepadanya
apa yang terjadi. Nabi bertanya kepada Abdullah tentang gambaran
karakternya. Abdullah menginformasikan kepada Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bahwa dia (budak wanitanya) berpuasa, sholat dan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam
bertanya lagi, “Berarti dia adalah seorang yang beriman.” Abdullah
Radliallahu Anhu berkata, “Saya akan pergi untuk membebaskannya dan
menikahinya.”
Ada beberapa orang yang mulai mencela
Abdullah karena menikahi seorang budak wanita, karena mereka masih
sering melirik orang-orang kafir untuk mereka nikahi. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kemudian menurunkan ayat :
“Dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu.” (QS. Al-Baqarah, 2:221)
Dilaporkan juga bahwa ayat ini diturunkan
berkaitan dengan wanita berkulit hitam yang berada di bawah kekuasaan
Hudaifah bin al-Yaman Radliallahu Anhu. Hudaifah berkata kepada
Khansaa’, budak wanitanya : “Wahai Khansaa’, Allah telah berfirman
tentang kamu. Oleh karena itu, saya akan membebaskanmu, kemudian
menikahimu.”
Dalam ayat ini subyek utamanya adalah
agama yang baik. Kecantikan tubuh atau wajah bersifat subyektif tiap
orang. Beberapa orang menyukai wanita dengan hidung yang mancung, yang
lainnya menyukai wanita dengan hidung yang pendek. Beberapa orang juga
menyukai wanita yang bermata lebar, adapun yang lain lebih tertarik pada
wanita yang bermata sipit. Beberapa laki-laki menyukai wanita yang
besar, yang lainnya menyukai yang langsing. Beberapa diantaranya
menyukai wanita yang pendek, yang lainnya suka yang tinggi. Jadi
kecantikan itu tergantung mata yang melihat. Apakah keumuman setiap
laki-laki menyukai wanita yang baik agamanya, personalitas dan
karakternya? Atau lebih menyukai wanita yang cantik di luar sana akan
tetapi dia suka menyumpah, berteriak-teriak dan memiliki karakter yang
buruk?
Dilaporkan dalam Shohih Bukhori bahwa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Tiga orang yang akan mendapatkan pahala ganda yaitu:
(1) Seseorang dari golongan ahlul kitab
(Yahudi atau Nasrani) yang beriman kepada nabinya (Isa atau Musa)
kemudian beriman kepada Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam (yaitu masuk Islam).
(2) Seorang budak yang memenuhi kewajibannya kepada Allah dan juga kepada majikannya.
(3) Seorang majikan (pemilik budak) yang
memiliki budak wanita kemudian mengajarinya jalan yang terbaik
(dien/agama), membebaskannya kemudian menikahinya. Bagi dirinya (orang
majikan tersebut) akan mendapatkan 2 pahala.”
(Kitab Ilmu, Bab 31, Hadist No. 97).
Pasangan yang terbaik dalam hidup ini
adalah wanita yang beriman (muslim) dengan kebaikan agamanya maka ia
akan dapat menolong suaminya untuk menempuh kehidupan yang sesuai dengan
Islam.
Istri yang baik adalah seperti Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu Anhu, istri Nabi Salallahu Alaihi Wasallam,
wanita yang mengimaninya ketika orang-orang mengkufurinya;
mempercayainya ketika orang-orang tidak mempercayainya; menerima apa
yang beliau katakan ketika orang-orang mengingkarinya; melindunginya
ketika beliau membutuhkannya; menolongnya ketika orang-orang mencoba
untuk mencelakakannya. Khadijah mendampinginya dalam kehidupan yang
susah maupun senang.
Wanita yang baik adalah seperti Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhu,
wanita yang sangat bangga akan agamanya. Dia mengirimkan anak
laki-lakinya ke jalan surga dengan syahid, dan dia mendorongnya untuk
berdiri teguh di depan Thaghut sampai mati dengan kematian yang mulia.
Istri yang baik adalah seperti Shafiyyah binti Abdil Muthalib Radhiyallahu Anhu, wanita yang sibuk ke medan perang untuk memerangi Yahudi yang ingin menyerang kehormatan orang-orang yang beriman.
Istri yang baik adalah seperti Sahaabiyyah Khansaa’ Radhiyallahu Anhu,
wanita yang mengirim semua anak laki-lakinya yang berjumlah 4 untuk
pergi berjihad. Ketika datang berita bahwa keempat anak laki-lakinya
syahid, dia berkata: “Terima kasih ya Allah karena telah menjadikan
mereka semua syahid dan aku berdo’a agar aku dapat bertemu dengan mereka
di hari pengadilan nanti!”
Istri yang baik adalah Waluud yang artinya dia ingin memiliki anak. Dia bukanlah seseorang yang mengatakan, “Aku ingin menjaga penampilanku dan tidak ingin memiliki anak.” Istri yang baik adalah orang yang ingin memiliki banyak anak.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Menikahlah dan perbanyaklah anak-anakmu, sesungguhnya aku akan membanggakan kamu di hari pengadilan nanti.” (Shahih al-Jaami’, Hadist No. 3366)
Jadi tujuan dari pernikahan bukan hanya untuk memperoleh kenikmatan akan tetapi juga untuk meneruskan ras manusia.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS Al-Kahfi: 46)
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran: 14)
Ada banyak hal yang diingini oleh
manusia-manusia: wanita, anak-anak, emas, perak (harta), kuda dan
seterusnya; akan tetapi apa yang Allah Subhanahu wataála berikan kepada kita di akhirat adalah jauh lebih baik.
Dalam Surat Maryam dikatakan bahwa Zakariyyah Alaihi Salam memohon kepada Allah:
“Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya
tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum
pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya
aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah
seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putera yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub;
dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS Maryam: 4-6)
Jadi alasan menikah adalah memiliki anak.
Inilah kenapa sangat penting bagi wanita untuk memahami hal ini sebelum
dia menikah, yaitu dia diharapkan untuk memiliki anak, bukan untuk
menyelesaikan pendidikannya atau belajar mengendarai mobil.
Jika dia tidak tahu bagaimana cara untuk
memasak, bersih-bersih, mencuci atau menjahit, tidak juga ingin memiliki
anak, lantas untuk apa dia sebagai seorang istri?
Wanita yang baik adalah yang lembut,
bijaksana dan lemah lembut. Jika suaminya berbicara kepadanya, dia tidak
membantah atau berteriak kembali kepadanya. Sekiranya dia seorang
istri, dia bukanlah pegulat atau petinju.
Mukmin yang baik, suami yang baik dan istri yang baik akan meminta dan memohon kepada Allah agar dianugerahi anak yang sholeh:
“Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan
kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.” (QS Al-Furqaan: 74)
Bahkan malaikat-malaikat beristighfar dan
memohonkan ampun kepada Allah untuk manusia, istrinya dan anak-anaknya
serta menjadikan mereka bahagia:
“Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke
dalam syurga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan
orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri
mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ( QS Al-Mu’min : ayat 8 )
Kenikmatan dunia adalah istri dan anak.
Jika seorang wanita tidak bisa melahirkan anak disebabkan dia sakit maka
ini bukanlah kekuasaan-Nya. Akan tetapi jika dia sangat menginginkan
untuk memiliki anak maka dia adalah wanita yang baik agamanya. Dia tidak
harus cantik (sesuai dengan pandangan beberapa orang), akan tetapi dia
dapat menawan hati suaminya dengan karakternya dan personalitasnya.
Daripada menggunakan kecantikannya akan tetapi di setiap waktu dia
berbicara dengan suara seperti George Bush atau Khaddafi.
Dilaporkan dalam Sunan Abu Dawud bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam
dan berkata kepadanya, “Aku mencintai seorang wanita yang baik nama
(statusnya) yaitu cantik, akan tetapi tidak bisa punya anak. Apakah anda
menyarankan aku untuk menikah dengannya?” Nabi Salallahu Alaihi Wasallam berkata, “Jangan.” Laki-laki tadi datang kembali 2 kali akan tetapi setiap kesempatan Nabi Salallahu Alaihi Wasallam menjawabnya, “Jangan.” Setelah waktu yang ketiga kalinya Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Nikahilah wanita yang waduud (patuh,
takut kepada suami) dan waluud (bisa punya anak). Aku akan membanggakan
kamu (di hari pengadilan nanti).” (Sunan Abu Dawud, Kitabun Nikaah, Hadist No. 2050)
Wanita yang waluud yaitu bisa punya anak
dan memiliki kesehatan yang bagus. Biasanya jika ibunya atau bibinya
punya anak banyak maka dia akan mampu memiliki anak juga.
Wanita yang waduud adalah wanita yang
bijaksana dan baik terhadap suaminya. Dia tersenyum kepadanya, berbicara
dengan bijak dan ingin suaminya menjadi bahaga. Dia akan tersenyum
dengan cinta dan kasih sayang.
Dilaporkan dalam hadits shahih al-Bukhori bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Di antara semua wanita-wanita yang
menunggang onta (yaitu wanita-wanita Arab); wanita dari Bani Quraisy
adalah yang terbaik. Mereka penyayang dan baik hati terhadap anak-anak
mereka dan penjaga terbaik atas kekayaan suami mereka.” (Al-Bukhari, Kitab 60, Bab 46, Hadist No. 3434)
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam
menggambarkan mereka sebagai yang terbaik karena mereka lemah lembut
dan baik hati terhadap anak-anak mereka dan secara otomatis akan
disayang dan diridhai suami mereka.
Wanita yang baik adalah penjaga dan
pelindung harta kekayaan dan rahasia-rahasia suami mereka. Apa yang
suaminya katakan terhadapnya secara pribadi, dia tidak seharusnya
mempublikasikan atau mengatakan kepada temannnya.
Mudah untuk mendapatkan suami yang baik saat ini, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan istri yang baik.
Istri yang baik akan mengikuti pendapat
(hukum) dari suaminya, bukan dengan pendapatnya sendiri. Dia tidak akan
mengatakan kepadanya, “Kamu dapat merayakan I’ed hari ini, akan tetapi
aku akan merayakannya besok.”
Seorang suami tidak akan pernah hidup
dalam ketenangan jika menikah dengan wanita yang agamanya sesat, seorang
Habashi, Deobandi atau Tahriiri. Inilah kenapa begitu penting bagi
dirinya untuk menikahi seorang wanita yang mengikuti pemahaman Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah (mengikuti nabi dan sahabat-sahabatnya).
Keduanya idealnya memiliki agama yang
sama dan aqidah (keyakinan) yang sama. Jika seorang istri mengimani
bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, sementara suaminya mengimani bahwa
Allah ada dimana-mana, maka akan selalu terjadi perselisihan pendapat
dan debat argumen, adapun pernikahannya tidak akan bisa melakukan
kerjasama diantara keduanya.
Agama yang baik bukan hanya shalat atau
berpuasa. Jika seorang laki-laki memiliki agama yang baik, dia akan
mengimani bahwa Yahudi dan Nasrani adalah kafir, dan jika wanita
memiliki agama yang buruk maka dia akan mengatakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang beriman.
Lebih lanjut, wanita tersebut akan
mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah negara sekuler, dimana
pikiran-pikiran mereka akan diracuni dengan pemikiran kufur.
Jika seorang laki-laki menikah dengan
seorang wanita Barelwi atau pelaku bid’ah maka istrinya akan mengajarkan
anak-anaknya untuk menyembah kuburan dan meminta bantuan dari orang
yang sudah meninggal dunia.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Ruum: 21)
Bagaimana mungkin akan ada ketenangan
dalam pernikahan jika istrinya menekan suaminya untuk membelikannya
baju-baru baru, sepatu berhak tinggi, tas dan barang-barang perhiasan
setiap hari? Setiap hari dia butuh waktu berjam-jam untuk bermake-up
(berhias) dan jika suaminya mengomentarinya mengenai satu hal maka dia
akan membuat hidup suaminya sedih. Itu bukanlah sifat seorang istri yang
seharusnya.
Wanita butuh untuk meraih cinta dari
suaminya dan menginginkan untuk dapat meraih surga melaui taat pada
suaminya. Dia akan memasak untuknya, membersihkan baju-bajunya,
menyetrika pakaian-pakaiannya dan menyiapkan makanan. Dia bukanlah
seorang budak atau pembantu, akan tetapi ini adalah peran normal dari
seorang istri.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Aku akan informasikan kepadamu tentang
wanita ahli surga! (mereka adalah) waduud (penuh kasih sayang dan sayang
kepada suami mereka), waluud (subur) dan bermanfaat. Jika dia
berpamitan kepadamu maka dia akan mengatakan, “Disini tanganku yang ada
dalam tanganmu. Saya tidak bisa tidur hingga kamu senang.” (Shohih al-Jaami’)
Hadits ini menggambarkan seorang wanita
jannah (surga) yang digambarkan sebagai seorang yang tidak akan beranjak
tidur (setelah berpamitan kepada suaminya) hingga dia memegang
tangannya dan berkata, “Saya akan beranjak tidur hingga kamu ridha
terhadapku.” Atau hingga dia dimaafkan. Di manakah macam wanita jenis
ini sekarang ini? Sekarang, jika suami berpamitan kepada istrinya maka
istrinya akan mengatakan kepadanya pergilah ke neraka dan membuat
suaminya tidur dalam kebun.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam
menyarankan para pengikut-pengikutnya untuk menikah dengan wanita yang
perawan. Konsep ini memberi tekanan bagi seorang wanita agar
mempertimbangkan dengan benar masalah perceraian karena dia akan
mengetahui bahwa akan sulit baginya untuk menikah lagi.
Inilah salah satu cara bahwa Islam
melindungi keluarga; seorang istri tidak bisa lari hanya karena dia
tidak memiliki televisi (sebagai contoh) karena dia tahu bahwa
perceraian adalah sebuah pantangan dalam pernikahan.
Saat ini jika seorang suami mencoba
menasehati dispilin kepada istrinya maka istrinya akan berteriak
kepadanya atau berpikir bahwa suaminya mencoba untuk mengontrolnya.
Lebih lanjut jika dia (suaminya)
berpamitan kepada istrinya maka dia tidak akan menemaninya karena dia
pergi untuk melihat TV dan melihat laki-laki lain yang dia sukai.
Pada masa lalu, seorang ibu menasehati
anak perempuannya, “Jadilah sebagai pembantu/hambanya, maka dia akan
menjadi hambamu. Jadilah lahannya, dan dia akan menjadi akarmu.”
Mari kita berdoa kepada Allah semoga
pelajaran ini dapat memberi pencerahan atas kriteria untuk memilih
patner yang baik. Selalu perhatikanlah kebaikan agamanya karena orang
yang mengetahui hukum syari’ah maka diapun juga akan mengetahui mana
yang halal dan yang haram.
.:: Wallahu Taála Álam ::.
Subscribe to:
Posts (Atom)